
ABN.Id| Aceh Utara – Majelis Pengajian Tasawuf Tauhid dan Fiqh (Tastafi) Aceh Utara menyelenggarakan acara Bahtsul Masail di Dayah Babussalam Matangkuli, Rabu lalu (7/4).
Kegiatan mubahatsah (kajian) ilmiah itu dihadiri oleh sejumlah ulama besar, Aceh dan membahas terkait dengan persoalan masjid yang ada di daerah di daerah Kabupaten Aceh utara dan Aceh dengan tema “Hukum Penelantaran Masjid Lama Akibat Pembangunan Masjid Baru”.
Lima ulama besar Aceh yang “terlibat” dalam Pentashih yakni Tgk. H. Abdul Manan Ahmad (Abu Manan Blangjruen), Abi Ja’far Lhoknibong, Drs. Tgk. H. Daud Hasbi, M.Ag (Abi Daud Hasbi), Tgk Nuruddin (Abati Buloh) dan Tgk. H. Muhammad Amin Daud (Ayah Cot Trueng) yang merupakan Ketua Umum Majelis Tastafi Aceh.
Dari musyawarah tersebut para ulama tasauf itu membulatkan kesepakatan dan menghasilkan tujuh point penting yang selanjutnya menjadi pedoman umat islam di Aceh, dalam menata masjid dan harta masjid, baik yang lama maupun yang baru.
Tujuh point tersebut adalah:
1. Bahwa membangun mesjid baru (dengan meninggalkan masjid lama) dibolehkan. Kecuali jika (membangun masjid baru ini) bertujuan untuk membanggakan diri, riya, sum’ah atau maksud lain yang bukan karena Allah dan bukan hajat mesjid atau dibangun dengan harta haram.
2. Masjid lama yang ditinggalkan (karena membangun masjid baru) wajib dilestarikan.
3. Yang bertanggung jawab melestarikan mesjid lama adalah nadhir. Sementara jika tidak ada nadhir maka tugas pelestarian itu adalah tugas pemerintah. Adapun jika pemerintah tidak merawatnya maka wajib bagi muslimin untuk membentuk panitia untuk merawatnya.
4. Hukum menelantarkan mesjid adalah haram seperti harta wakaf lainnya.
5. Termasuk ke dalam katagori menelantarkan mesjid antara lain yaitu : a. Tidak menunjuk pengelola mesjid. b. Tidak mengurus atau mengelola mesjid dan asetnya secara mestinya.
6. Aset masjid lama tidak dibolehkan untuk dialihkan ke mesjid lain kecuali mesjid lama tidak bisa difungsikan lagi.
7. Tanah bekas bangunan mesjid wajib dijaga dan masih berlaku hukum mesjid baginya.
Ketua Tastafi Aceh Utara, Tgk. H. Sirajuddin Hanafi, mengatakan bahwa acara mubahatsah tersebut dilaksanakan karena adanya usulan atau permintaan dari masyarakat.
“Kegiatan ini kita laksanakan guna memberikan pedoman secara jelas kepada umat dalam tehnik pengelolaan masjid lama setelah adanya pembangunan masjid baru selama ini,” kata ulama yang akrab dipanggil dengan waled ini.
Pada kesempatan tersebut selain sejumlah ulama besar di Aceh itu, juga ikut hadir sejumlah ulama lainnya dan tokoh masyarakat. (Redaksi)
Editor: Zulfikar
Koresponden: Mur