Food Estate Dan Ketahanan Pangan Kabupaten Aceh Besar

ABN.Id| Aceh Besar – Sesuai UU No. 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, dimana maksud ketahanan pangan adalah terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, terjamin dari ketersediaannya pangan yang cukup beragam, bergizi, seimbang dan aman untuk dapat hidup sehat, aktif dan produktif secara berkelanjutan.
Kedaulatan pangan yaitu Hak-Hak Negara dan Bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan pangan yang menjamin hak-hak atas pangan bagi masyarakat untuk menetukan system pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya local.
Sedangkan kemandirian pangan adalah kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup sampai tingkat perorangan dengan memanfaatkan sumber daya alam, sumber daya manusia, social, ekonomi dan kearifan local yang bermatabat.
Program strategis nasional dalam tahun 2020-2024 di bidang ketahanan pangan adalah Food Estate (Lumbung Pangan). Food Estate merupakan konsep pengembangan pangan yang di lakukan secara terintergrasi mencakup pertanian, perkebunan, peternakan di suatu Kawasan.
Program ini akan dapat meningkatkan Ketahanan Pangan dari sebagai perluasan lahan penghasil cadangan pangan yang tidak hanya bahan pangan pokok atau beras, tapi juga komoditi pangan lainnya.
Maka untuk menjaga ketahanan pangan jangka Panjang sesuai dengan amanat Undang Undang No 18 Tahun 2012, Pemerintah merancangkan program Food Estate, Perlu pemberdayaan lahan yang tidak produktif / belum digarap jadi berhasil guna.
Dengan hasil dari pengembangan Food Estate bisa menjadi pasokan untuk ketahan pangan daerah dan jika surplus jadi penyangga daerah sekitar bahkan nasional. Selain meningkat produktivitas pangan hal ini juga menjadi penarik minat Investor (Pemodal), peningkatan pendapat pemerintah dan juga petani Kawasan.
Dalam pelaksanaan Food Estate perlu di pertimbangkan dampak regulasinya seperti kepemilikan lahan, distribusi hasil produksi (pasar), karena masalah di sector pertanian hal kepemilikan lahan dan distribusi perlu diperhatikan dan juga harus dalam konsep koordinasi yang terpadu dengan melibatkan kearifan local.
Kabupaten Aceh Besar merupakan daerah Agraris , sangat mendukung dalam hal ketahanan pangan daerah maupun nasioal yang didukung potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan lainnya.
Kabupaten Aceh Besar mempunyai luas area sawah baku mencapai 25.692 Ha dengan jumlah penduduk 395.652 Jiwa, 118.364 kepala keluarga, dimana 70% penduduk bermata pencaharian di pertanian. Hal ini sesuai salah satu visi tahun 2017-2022 yaitu Meningkatkan pemberdayaan ekonomi masyarakat berbasis mukim dan gampong.
Dalam hal produksi Gabah Aceh Besar pada tahun 2020 untuk dua musim tanam, yaitu tanam Rendeng dan Gadu. Terjadi surplus Gabah, dimana di musim Rendeng penanaman mencapai 25.692 Ha dan gagal panen akibat musim kemarau (Fuso) seluas 3230 Ha dengan produksi rata potong kering 6,1 Ton dan pada musim tanam Gadu penanaman mencapai 15.000 Ha dengan produksi 6,5 ton perhektar potong kering, jadi pada tahun 2020 produksi gabah potong kering mencapai 233.969 Ton, sedangkan kebutuhan konsumsi perkapita pertahun dengan jumlah penduduk 395.652 jiwa adalah 44.075,6 Ton beras / setara 85.000 Ton gabah kering giling dengan 14% kadar air. Sedangkan surplus Gabah kering giling mencapai 110.000 Ton atau setara 59.400Ton Beras.
Dengan ada Surplus di tahun 2020 Aceh Besar telah menjadi penyangga daerah lain di Provinsi Aceh dan juga luar Provinsi, namun dalam hal ini bukan berarti tidak ada kendala, seperti penyedian pupuk, irigasi belum optimal tentang ketersedian air, benih serta perlu pemberdayaan petani dan aparatur yang optimal serta sarana produksi lainnya, sesuai dengan data indeks ketahanan pangan yang dikeluarkan oleh Badan Ketahanan Pangan Kementrian Pertanian bahwa Aceh Besar berada di peringkat pertama di Provinsi Aceh dengan skor 81.67 dan peringkat 73 Nasional.
Indicatornya adalah Ketersediaan, Keterjangkauan, dan Pemanfaatan, dengan penilaian ini kabupaten Aceh Besar telah mampu menurunkan kebutuhan konsumsi beras ke penganekaragaman pangan ke berbagai komoditi lainnya baik pangan segar maupun pangan olahan.
Dalam kondisi dunia yang dilanda krisis Covid-19 menjadi pelajaran penting bahwa pentingnya berdaulat pangan secara produksi dan cadangan pangan sehingga akses pada kepada sumber pangan tetap terjaga dan daerah dapat memberikan bantuan pangan kepada kelompok khusus dan dalam kondisi khusus.
Sebagai daerah agraris dan maritim menjadi keharusan untuk dapat menjaga keberlanjutan usaha masyarakat yang berprofesi petani, nelayan, pekebun, kehutanan, peternak, pengolah serta lainnya sebagai sokoguru perekonomian daerah, serta memastikan masyarakat unuk membeli, memenuhi pangan beragam, berkualitas dan sehat dari produk pangan yang dihasilkan Masyarakat lokal. (Adv)